Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Gas Bakal Disetop, Pemerintah Jamin Harga Jual Domestik Menarik Bagi KKKS

Pemerintah memastikan rencana penghentian ekspor gas bumi akan tetap mempertimbangkan kelanjutan bisnis kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa
Liquefied Natural Gas (LNG)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memastikan rencana moratorium ekspor gas yang ditarget efektif pada 2035 tidak bakal mengganggu investasi serta kelanjutan bisnis kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lapangan minyak dan gas (migas) di dalam negeri.

Lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang khususnya pada pasal 6,7 dan 10, pemerintah diamanatkan untuk meningkatkan alokasi pemanfaatan gas dan batu bara untuk kepentingan industri dalam negeri secara bertahap. 

Adapun, peraturan tersebut mengamanatkan penghentian izin ekspor baru untuk komoditas gas dan batu bara masing-masing pada 2035 dan 2046 dengan asumsi serapan domestik telah sampai 100 persen saat itu. Dengan demikian, kuota izin ekspor gas dan batu bara baru diharapkan menyusut setiap tahunnya sembari meningkatkan serapan domestik. 

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan, pemerintah bakal tetap mengakomodasi harga gas di dalam negeri mengikuti mekanisme pasar untuk menjamin keberlanjutan produksi KKKS. 

“Kebijakan tersebut bertujuan untuk memprioritaskan kebutuhan gas bagi industri dalam negeri, sambil tetap mempertimbangkan harga pasar agar dapat menjamin keberlanjutan produksi para produsen,” kata Jodi kepada Bisnis saat dikonfirmasi, Kamis (1/6/2023). 

Jodi menggarisbawahi pemerintah tengah memprioritaskan produksi gas untuk menunjang pertumbuhan industri domestik yang makin ekspansif. Kendati demikian, dia memastikan, KKKS bakal tetap mendapat bagian yang wajar dari hasil produksi mereka selepas kuota ekspor dialihkan sepenuhnya untuk pasar dalam negeri. 

“Hal ini akan memastikan bahwa produsen tetap dapat menjalankan operasional mereka secara efisien, sementara kebutuhan dalam negeri juga terpenuhi dengan baik,” kata dia. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, rencana penghentian ekspor gas masih dimatangkan pemerintah menyusul tren konsumsi domestik yang belakangan tumbuh signifikan. Dia juga menuturkan bahwa hal tersebut segera dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

“Bertahun-tahun kita ekspor LNG [liquefied natural gas], padahal kita butuh, sudah kita siapkan laporan ke Presiden, kontrak yang sudah ada ya sudahlah jalan, tapi yang sudah selesai kita setop,” kata Luhut di Jakarta, Selasa (30/5/2023). 

Luhut berpendapat moratorium ekspor itu bakal ikut membantu ongkos produksi gas di dalam negeri yang pada gilirannya ikut mendorong industri domestik lebih kompetitif. 

“Kita mau gunakan di domestik supaya harga gas itu bisa US$6 per MMbtu atau mungkin bisa cost di mulut sumurnya itu kita tekan lagi, jadi efisiensi bottom line dan itu yang harus kita bangun,” kata dia. 

Berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS) volume serta nilai ekspor gas dengan kode HS 2711 itu mengalami penurunan yang cukup signifikan selama 10 tahun terakhir. Sepanjang 2022, volume ekspor tercatat sebanyak 16 juta ton atau merosot 6,76 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Kendati demikian, nilai ekspor komoditas itu mengalami kenaikan 31,76 persen sepanjang 2022 di angka US$9,82 miliar akibat disrupsi pasokan global pada periode tersebut jika dibandingkan dengan pencatatan 2021 di level US$7,45 miliar. 

Berdasarkan tujuannya sepanjang 2022, Indonesia paling banyak mengekspor gas ke Singapura, yakni 4,90 juta ton. Selanjutnya, China menjadi pangsa pasar ekspor gas terbesar Indonesia dengan volume angkut sebesar 3,29 juta ton. 

Selain itu, ekspor gas dari dalam negeri juga banyak dikirim ke Korea Selatan seberat 3,27 juta ton yang disusul Jepang dengan volume mencapai 2,54 juta ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper