KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 sebagai bagian dari usulan pemerintah.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga telah menerima Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset pada Kamis (9/5/2023).
Nantinya, DPR akan membahas RUU tersebut dan bisa segera disahkan.
RUU Perampasan Aset yang sudah dibahas sejak belasan tahun itu diyakini bisa mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca juga: Beredar Surat Larangan ASN Kemenkes Berbicara RUU Kesehatan di Luar Forum Resmi, Apa Isinya?
Baca juga: Polemik RUU Penanggulangan Bencana dan Penjelasan Mensos Risma...
Lantas, apa sebenarnya RUU Perampasan Aset ini?
RUU Perampasan Aset merupakan sebuah aturan yang bertujuan untuk mengejar aset hasil kejahatan, bukan terhadap pelaku kejahatan.
Pemerintah sendiri sebenarnya telah mengusulkan RUU ini ke DPR sejak 2012.
Usulan tersebut dilakukan setelah Pusat Penelitian dan Analisis Transkasi Keuangan (PPATK) telah melakukan kajian sejak 2008.
Baca juga: Tak Dimiskinkan, Ini Daftar 99 Aset Mewah Doni Salmanan yang Dikembalikan
Dalam sebuah studi pada 2017 yang dimuat dalam Jurnal Integritas KPK, peneliti dari Universitas Bung Hatta, Padang, Sumatera Barat, Refki Saputra mengatakan RUU Perampasan Aset merupakan produk revolusioner dalam proses penegakan hukum terhadap pengolehan hasil kejahatan.
Sebab, RUU tersebut dapat mengubah tiga paradigma dalam penegakan hukum pidana.
Pertama, pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana, bukan hanya subyek hukum sebagai pelaku kejahatan, melainkan aset yang diperoleh dari kejahatan.
Kedua, mekanisme peradilan terhadap tindak pidana yang digunakan adalah mekanisme peradilan perdata.
Ketiga, terhadap putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana seperti yang dikenakan terhadap pelaku kejahatan lainnya.
Baca juga: Divonis 8 Tahun Penjara dan Dimiskinkan, Ini Daftar Aset Mewah Doni Salmanan yang Dirampas Negara
Dengan adanya RUU ini, perampasan aset tindak pidana dimungkinkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi kesalahan tentang pernyataan kesalahan dan pemberian hukuman bagi pelaku.
Hal ini dikenal juga dengan istilah non-conviction based (NCB) asset forfeiture.
Dengan mekanisme ini, terbuka kesempatan untuk merampas segala aset yang diduga sebagai hasil tindak pidana dan aset-aset lain yang patut diduga akan atau telah digunakan sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.
Pembuatan RUU Perampasan Aset ini juga merupakan konsekuensi setelah pemerintah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 dengan UU Nomor 7 Tahun 2006.
Baca juga: Dilema Kasus First Travel, Antara Hak Korban dan Pembagian Aset
Perampasan tanpa pemidanaan ini bermanfaat sebagai alat untuk pemulihan hasil dan instrumen tindak kejahatan.
Tujuan utamanya adalah melecuti para penjahat dari keuntungan yang didapatkan secara tidak sah.
Sumber:
Baca juga: Deretan Aset Keluarga Cendana yang Disita Negara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya