Karena Jokowi, RI Bakal Bisa Tentukan Harga CPO Dunia

News - Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
06 January 2022 13:20
Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Pekerja mengangkut kelapa sawit kedalam jip di Perkebunan sawit di kawasan Candali Bogor, Jawa Barat, Senin (13/9/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa kesempatan Presiden Joko Widodo melemparkan wacana untuk menyetop ekspor minyak kelapa sawit mentah. Lantas bagaimana dampaknya terhadap industri sawit yang menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan RI?

Plt Dirjen Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menjelaskan jika pelarangan ekspor CPO ini dilakukan tentu akan berdampak positif terhadap pendapatan negara, karena perintah presiden adalah ekspor produk hilir yang memiliki nilai tambah.

"Itu bagus (larangan ekspor) kita akan ekspor produk yang punya nilai tambah lebih besar, dari pada bentuk Crude Palm Oil (CPO). Jadi nilai tambah untuk CPO ini tinggi, sekarang dengan mekanisme pendapatan negara lebih baik dari nilai tambah maupun pungutan ekspor," jelasnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Kamis (6/1/2022).

Jika bisa dilakukan secara konsisten, lanjut Juli, akan berdampak baik, karena nantinya Indonesia bisa menentukan harganya sendiri (sitting price) sehingga bisa menjaga harga internasional. Melihat RI salah satu penghasil produk sawit terbesar.

Juli menegaskan Kemenperin melaksanakan instruksi presiden dimana menggencarkan hilirisasi produk CPO. Saat ini nilai ekspor minyak sawit mentah juga semakin berkurang, sehingga program hilirisasi sawit diklaim berhasil.

"Hilirisasi ini berhasil, 90% produk ekspor produk minyak sawit dalam bentuk olahan, atau turunan," jelasnya.

Dari datanya, sampai periode Agustus 2021 ekspor CPO 90,7% sudah bentuk turunan atau olahan, sementara ekspor minyak sawit mentah hanya 9,2%. Secara total ekspor minyak sawit dan produk turunannya mencapai 33,1 juta ton, dari total produksi mencapai 53 juta ton.

Pada tahun 2020 ekspor minyak mentah mencapai 7,2 juta ton, sementara proyeksi tahun 2021 ekspor minyak sawit mentah hanya 2,1 juta ton.

"Jadi ini terjadi penurunan ekspor dalam bentuk CPO mencapai 60% lebih, jadi ini tinggi sekali kita mengurangi ekspor dalam bahan mentah," jelasnya.

Wacana penyetopan ekspor minyak sawit mentah dilontarkan Jokowi saat meresmikan pabrik biodiesel milik PT Jhonlin Agro Raya di Kabupaten Tanah Rumbu, Kalimantan Selatan, Kamis (21/10/2021).

Jokowi menegaskan tak ingin Indonesia hanya dikenal sebagai eksportir kepala sawit, tanpa menjadikan barang mentah tersebut menjadi produk jadi.

"Jangan sampai kita mengekspor bahan mentah. Hilirisasi industrialisasi harus kita paksa untuk dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat menghargai apa yang dilakukan oleh PT Jhonlin Group membangun pabrik biodiesel," kata Jokowi.

"Artinya ini mengindustrialisasikan CPO ke biodiesel dan kita berharap juga nantinya ada perusahaan yang lain yang mulai menghilirisasikan, mengindustrialisasikan CPO baik menjadi minyak goreng, baik menjadi kosmetik, atau menjadi barang setengah jadi," jelasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Urgensi Hilirisasi Sawit Bagi Perekonomian Indonesia


(dce/dce)

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading