Imbas Perang Iran-Israel, Harga Minyak Bisa Tembus US$100/Barel!

News - Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
16 April 2024 13:27
Minyak Bumi Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) dapat mencapai US$ 100 per barel. Hal tersebut menyusul adanya eskalasi konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, konflik Iran dan Israel berpotensi membuat harga minyak melonjak. Setidaknya, kenaikan harga akan sebesar US$ 5-10 per barel.

"Ada tekanan untuk naik dan tekanan untuk naik itu diwujudkan dalam premium resiko itu kalau menurut pendapat kami US$ 5-10 per barel, jadi kalau sekarang kan US$ 90-an, jadi kalau menurut kami memang untuk naik mendekati US$ 100 per barel kayaknya bisa terjadi," kata Tutuka ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Menurut dia, saat ini pihaknya masih terus memantau respons Israel terhadap serangan yang telah dilakukan Iran. Meskipun, Amerika telah mengimbau agar Israel tidak melakukan serangan balik ke Iran.

"Kita tidak boleh lengah karena dalam kondisi seperti ini sedikit saja salah bisa jadi besar, itu yang tidak bisa kita semua negara-negara manapun juga bisa mengkondisikan semua berjalan lancar karena ada mistake dan accident saja bisa timbul, jadi kita mesti siap-siap kemungkinan terburuk," tambahnya.

Tutuka membeberkan, Indonesia saat ini sebagian besar masih bergantung pada impor minyak mentah dan impor BBM. Adapun apabila konflik terus berlanjut, tentunya akan berdampak pada kenaikan harga komoditas tersebut.

"Kan kita impor crude dan impor BBM, otomatis kalau import crude pasti naik kan, BBM harganya naik juga, kita impor BBM sebagian besar dari Singapura dan Malaysia, itu yang disimulasikan Pertamina," kata Tutuka.

Sebelumnya, Ekonom Senior yang juga merupakan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu mengungkapkan risiko terberat yang akan dihadapi Indonesia dari dampak serangan Iran ke Israel pada Sabtu lalu (13/4/2024).

Mari mengatakan, risiko terberat dari memanasnya tensi konflik di Timur Tengah itu ialah naiknya harga minyak mentah dunia hingga ke level US$ 100 per barel, menyebabkan beban subsidi energi di dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) naik.

"Dampaknya ke kita kalau kita melihat harga minyak tentu bisa sebabkan inflasi, apalagi kalau naik terus banyak yang perkirakan bisa capai US$ 100 dolar berarti pertama inflasi," kata Mari dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (16/4/2024).

"Kedua dengan harga minyak naik berarti subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN bisa juga terpengaruh," tegas Mari.

Sebagai informasi, serangan balik yang dilakukan Iran kepada Israel pada Sabtu (13/4/2024) mendorong harga minyak mentah jenis Brent berjangka diperdagangkan di atas US$90 setelah ditutup 1,1% lebih tinggi pada Rabu (10/4/2024), sementara harga West Texas Intermediate (WTI) mendekati US$86.

Berdasarkan data Refinitiv pada perdagangan Selasa (16/4/2024) harga minyak mentah acuan Brent untuk pengiriman Mei tercatat US$90,10 per barel dan minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei $85,41 per barel.

Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) juga berpotensi naik, berdasarkan perkiraan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM ke level US$ 100 per barel, melampaui asumsi ICP yang telah ditetapkan dalam APBN 2024 sebesar US$ 82 per barel.

"Jadi pengeluaran pemerintah akan berpengaruh. Kalau saya tidak salah mendengar penjelasan dari Dirjen Migas (Tutuka Ariadji) kalau harga ICP US$ 100/barel kompensasi BBM di APBN naik ke Rp 250 triliun dibanding asumsi APBN saat ini Rp 160,91 triliun, berarti ada delta Rp 90 triliun tambahan yang harus jadi tambahan pengeluaran pemerintah," tutur Mari.

Kenaikan subsidi dan kompensasi BBM itu menurutnya juga akan mempengaruhi biaya belanja lain untuk subsidi LPG dan listrik, sehingga akan menekan defisit semakin melebar di atas target pada tahun ini sebesar 2,29% dari PDB atau secara nominal sebesar Rp 522,8 triliun.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Timur Tengah Memanas, Ini Dia Negara Asal Impor Minyak dan BBM RI


(wia)

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading