kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyeksi ADB: Ekonomi Indonesia tumbuh 4,5% tahun ini dan 5% di 2022


Kamis, 29 April 2021 / 06:27 WIB
Proyeksi ADB: Ekonomi Indonesia tumbuh 4,5% tahun ini dan 5% di 2022
ILUSTRASI. ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal mencapai 4,5% dan 5% di 2022


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan tumbuh 4,5%. Kemudian bakal naik menjadi 5% pada tahun 2022.

"Pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan meningkat hingga 4,5% di 2021 dan saya rasa di September ketika kita bicara tentang pemulihan ekonomi. Saya rasa forecast PDB ini menunjukkan bahwa pemulihannya akan lebih mendekati 5% di 2022. Setara periode tahun 2015-2019," kata Ekonom Senior ADB, James Villafuerte, saat webinar ADB pada Rabu (28/3).

ADB menilai Indonesia mampu melewati tahun 2020 dengan baik, berkat respons terhadap krisis yang dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan baik.

Pertumbuhan ekonomi yang mengarah ke perbaikan di kuartal selanjutnya, sejalan dengan pembukaan secara bertahap kegiatan ekonomi di Indonesia khususnya di kota-kota besar.

Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2021 diprediksi masih negatif

Asian Development Outlook (ADO) 2021 menyebutkan bahwa pengeluaran rumah tangga di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada 2021. Hal tersebut seiring dengan program vaksinasi dan bertambahnya sektor perekonomian yang kembali beroperasi.

Maka, pendorong dari pertumbuhan ekonomi Indonesia datang dari permintaan domestik. James menyebut, konsumsi pribadi menjadi yang sangat penting.

"Pertumbuhan ekonomi ini akan membaik. Bahwa ada peningkatan pemulihan investasi yang cukup sedang dan ini akan meningkat pada tahun 2022," imbuhnya.

Investasi diharapkan meningkat lagi bersamaan dengan membaiknya prospek ekonomi. Namun, laju pemulihan pembiayaan atau kredit dinilai masih akan tertinggal mengingat ketidakpastian sentimen investor.

Kemudian untuk inflasi yang mencapai rata-rata 1,6% pada tahun lalu, diperkirakan akan naik menjadi 2,4% pada 2021. Lalu inflasi bakal meningkat lagi menjadi 2,8% pada 2022. Namun James mengungkap, bahwa angka inflasi tersebut masih berada dalam rentang target Bank Indonesia.

"Proyeksi inflasi kami untuk di Indonesia masih tetap tidak terlalu parah, artinya masih berada dalam target Bank Indonesia. Meskipun ada pemulihan yang sedang itu cukup bisa mengendalikan harga," ujarnya.

Ekspor bersih yang didukung oleh kuatnya ekspor komoditas akan menjadikan defisit transaksi berjalan sebesar 0,8% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021. Seiring naiknya investasi tahun depan, volume barang modal impor yang lebih tinggi, seperti mesin dan peralatan, diperkirakan akan mendorong defisit transaksi berjalan Indonesia hingga 1,3% dari PDB pada 2022.

James mengingatkan, terdapat beberapa risiko yang signifikan terhadap proyeksi ini. Secara global, pemulihan dapat terganggu antara lain oleh ancaman dari mutasi virus korona yang baru, laju vaksinasi yang tidak merata di dunia, dan pengetatan keuangan global yang tidak terduga sebelumnya.

"Vaksinasi yang berjalan tidak sama kecepatannya tiap negara dan ini akan mengarah kepada percepatan pemulihan yang berbeda-beda tiap negara. Ini jadi risiko yang bisa mengganggu terkait pertumbuhan pada saat pemulihan. Kemudian adanya ketegangan perdagangan antara Amerika dan China yang mungkin menyebabkan kondisi pengetatan finansial," jelasnya.

Sedangkan untuk risiko yang dihadapi di dalam negeri, pemulihan ekonomi dapat melambat bila terjadi lonjakan kasus Covid-19 selama bulan Ramadan, keterlambatan dalam upaya vaksinasi, dan melemahnya pendapatan pemerintah.

Berkaca pada perkiraan tersebut maka ADB merekomendasikan Indonesia untuk memobilisasi sumber daya domestik dan memastikan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.

Kekhawatiran mengenai utang yang berlebihan dapat diatasi dengan reformasi fiskal untuk memperluas basis pajak, meningkatkan administrasi dan kepatuhan pajak, serta menutup celah-celah perpajakan. Mendorong pemulihan yang ramah lingkungan akan melindungi lingkungan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, serta membuka lapangan kerja.

"Bagaimana kita menangani potensi-potensi tantangan di masa depan, kita bisa menumbuhkan basis pajak, bisa perpajakan digital, perpajakan lingkungan untuk menyederhanakan kebijakan pajak sehingga Indonesia akan bisa memperoleh pendapatan yang cukup," jelasnya.

Tak hanya itu, James juga mengingatkan perlunya dana kesehatan untuk antisipasi kemungkinan adanya krisis-krisis kesehatan lain di masa mendatang.

Selanjutnya: Kemenperin: Realisasi investasi manufaktur tumbuh 38% di kuartal I-2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×