Pakar Kritisi RUU Kesehatan: Berimplikasi pada Sistem Ketatanegaraan

Pakar Kritisi RUU Kesehatan: Berimplikasi pada Sistem Ketatanegaraan

Angga Laraspati - detikNews
Senin, 20 Mar 2023 15:04 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan.
Foto: dok. Istimewa
Jakarta -

Pembentukan RUU Kesehatan sudah masuk pada tahap pembahasan. Dalam proses menyusun Daftar Isian Masukan (DIM), Kementerian Kesehatan menggelar Forum Konsultasi Publik/Public Hearing RUU Kesehatan secara luring dan daring, pada Selasa 14 Maret 2023 lalu.

Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritisi draft RUU Kesehatan yang ketentuannya secara terang-terangan bertentangan dengan politik hukum konstitusi dan sistem kelembagaan negara.

Seperti Pasal 425 angka 1 Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan, yang menempatkan BPJAMSOSTEK bertanggung jawab kepada presiden melalui Menteri Ketenagakerjaan. Dia mengingatkan agar pemerintah dan DPR hati-hati dan cermat dalam mengatur substansi materi RUU Kesehatan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketidakcermatan dalam memilih kebijakan dalam aturan dapat berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan yang telah dijamin konstitusi, apalagi dengan metode omnibus, yang berisikan banyak pasal, jangan sampai hanya lebih pada mengejar target waktu yang ditetapkan," kata Jimmy dalam keterangan tertulis, Senin (20/3/2023).

Menurutnya, perubahan ketentuan pasal tersebut akan mengubah sistem ketatanegaraan karena berimplikasi pada berubahnya kedudukan BPJS menjadi di bawah kementerian. BPJS pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada menteri.

ADVERTISEMENT

"Tentunya, hal ini akan berpotensi pada kedudukan BPJAMSOSTEK yang hanya sebagai operator dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan kementerian. Dengan kata lain BPJAMSOSTEK tidak lagi institusi negara yang mandiri, dan bertanggung jawab kepada presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara," ucap Jimmy.

Tidak hanya itu, lanjut Jimmy, kata 'melalui' menunjukkan terjadinya pergeseran pertanggungjawaban BPJS, yang semula langsung kepada Presiden, kini cukup dilakukan kepada menteri. Sementara BPJAMSOSTEK adalah lembaga negara yang mandiri dan mengelola iuran peserta.

Adanya pergeseran tanggung jawab tersebut, berpotensi memunculkan pikiran negatif dari publik terhadap institusi kementerian dan dianggap seakan-akan benar karena adanya iuran peserta yang jumlahnya besar, sehingga mengundang institusi lain untuk ikut masuk.

"Tentunya asumsi publik seperti ini tidak dapat dicegah. Di sisi lain, keberadaan BPJAMSOSTEK secara konstitusional, merupakan badan hukum negara diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS yang dibangun berdasarkan konstruksi Pasal 34 UUD 1945 dan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945," imbuhnya.

Masukan lainnya juga didapat dari Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien. Dia mengatakan perlu pendalaman dalam pengaturan tata kelola jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker).

"Pembahasan ini membutuhkan waktu yang cukup dan melibatkan stakeholder terkait," ujar Muttaqien.

Sebab, RUU ini akan mengubah tata kelola yang ada misalnya contohnya yang sekarang beredar tentang BPJS akan berada di bawah menteri, ini tentu akan mengubah tata kelola yang ada. Menurutnya, pelaksanaan JKN dan Jamsosnaker sudah dalam koridor yang benar.

"Jika perbaikan yang sifatnya operasional, teknis, dan sebagainya, mungkin tidak harus ditingkat undang-undang, bisa ditingkat perpres atau permenkes, atau peraturan-peraturan operasional lainnya saja," jelas Muttaqien.

Sementara itu, Anggota DJSN Indra Budi Sumantoro selaras menuturkan selama masih dalam koridor kontributori sistem, itu cukup dilakukan dengan perubahan di level perpres, sehingga tidak perlu ada perubahan dalam tataran undang-undang. Sebab, kalau dilihat dari sisi kelembagaan, ada prinsip responsibilitas dan independensi.

"Kalau misalkan nantinya BPJS bertanggung jawab melalui menteri, tidak langsung kepada presiden, bagaimana dari sisi responnya? Ini kan lembaga yang melayani publik, maka dituntut bergerak cepat ke masyarakat. Apakah nantinya dalam hal merespon dan inovasi akan terganggu birokrasi atau tidak?" tegas Indra.

Mengingat, kelembagaan sekarang justru memisahkan antara regulator dengan operator. Seperti di Kementerian Pertanian tadinya Badan Ketahanan Pangan di bawah Kementerian Pertanian, sekarang terpisah menjadi Badan Pangan Nasional.

(prf/ega)