Pakar Nilai RUU Kesehatan Harus Fokus Mengatur Isu Kesehatan

Pakar Nilai RUU Kesehatan Harus Fokus Mengatur Isu Kesehatan

Sukma Nur - detikNews
Kamis, 30 Mar 2023 12:55 WIB
Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ), Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono
Foto: Istimewa
Jakarta -

Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ) Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan harus mengatur isu kesehatan saja. RUU tersebut tidak perlu keluar pada isu lain, apalagi masuk pada kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan.

"Pembentuk UU dalam menggunakan metode omnibus seharusnya mengubah atau mengevaluasi undang-undang dengan tema dan latar belakang yang sama," terang Bayu dalam keterangan tertulis, Kamis (30/3/2023).

Menurut Bayu politik hukum RUU Kesehatan menekankan pada pembangunan kesehatan masyarakat serta melakukan transformasi sektor kesehatan. Bukan hanya itu, politik hukum RUU tersebut juga menekankan pelayanan kesehatan dari hulu ke hilir bagi tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena itu, perubahan pengaturan kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan pada RUU Kesehatan, tidak memiliki justifikasi filosofis, sosiologis dan yuridis. RUU Kesehatan memang dimaksudkan untuk memperbaharui kebijakan pada sektor kesehatan," jelasnya.

Bayu memaparkan ada 9 Undang-Undang yang berkaitan dengan kesehatan dan akan diubah menggunakan metode omnibus, seperti UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular: UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran; UU 36/2009 tentang Kesehatan; UU 44/2009 tentang Rumah Sakit; UU 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa; UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan; UU 38/2014 tentang Keperawatan; UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; dan UU 4/2019 tentang Kebidanan.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Bayu menuturan desain kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan yang disepakati oleh pembentuk UU bersama serikat pekerja adalah sebagai institusi mandiri, nirlaba, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Hal ini disepakati pada pembahasan UU SJSN maupun UU BPJS beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, menurut Bayu esensi dari bertanggung jawab langsung kepada presiden adalah bentuk dari kelembagaan yang mandiri agar dapat selalu mengutamakan perlindungan dan kepentingan pekerja.

"Untuk itu seyogyanya konsensus pembentuk UU bersama serikat pekerja tersebut dijaga dan dihormati," terangnya.

Sebagai informasi, BPJS Ketenagakerjaan merupakan institusi negara yang keberadaannya tidak lepas dari landasan konstitusional di Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan 'Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat'.

"Berdasarkan amanat konstitusi itu, maka negara membentuk badan penyelenggara jaminan sosial, yang diatur dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011 tentang BPJS," kata Bayu.

"Jadi sebenarnya apa urgensi dan relasinya RUU Kesehatan mengubah kelembagaan BPJS Ketenagakerjaan menjadi di bawah Kementerian? Sementara, RUU Kesehatan memiliki politik hukum dalam pembangunan sektor kesehatan masyarakat," pungkas Bayu.

Simak juga 'Saat Massa Buruh Serbu DPR, Tolak Perppu Cipta Kerja hingga RUU Kesehatan':

[Gambas:Video 20detik]



(ega/ega)