IHSG & Rupiah Anjlok Barengan, Ada Apa dengan Indonesia?

Market - MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
26 September 2022 11:16
Resesi Ekonomi_cover_konten Foto: cover topik/Resesi Ekonomi_cover_konten/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergejolak dahsyat sejak dibuka pagi hari tadi. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun nilai tukar rupiah sama-sama terpuruk.

IHSG anjlok 0,67% ke 7.130,64 di pembukaan. Tak lama setelah itu, yaitu pukul 9.24, indeks sudah jatuh 1,54% ke level 7.074,29.

Rupiah mengawali perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp 15.050/US$. Selanjutnya, tidak lama berselang langsung jeblok 0,47% ke Rp 15.105/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam lebih dari 2 tahun terakhir.

Ada apa dengan Indonesia?

Penyebab dari gejolak ini sebagian besar dipengaruhi oleh situasi global. Ekonomi dunia dikhawatirkan melemah signifikan hingga mencapai level resesi. Seperti yang sudah diramalkan oleh Bank Dunia.

Bank Dunia menjelaskan, tiga skenario untuk ekonomi global 2022-2024 dianalisis menggunakan model lintas negara berskala besar. Skenario baseline pertama, sejalan dengan konsensus perkiraan pertumbuhan dan inflasi baru-baru ini, serta ekspektasi pasar untuk suku bunga kebijakan.

"Menyiratkan bahwa tingkat pengetatan kebijakan moneter yang saat ini tidak cukup untuk mengembalikan inflasi yang rendah secara tepat waktu," tulis Bank Dunia dalam laporannya bertajuk 'Is a Global Recession Imminent?' seperti dikutip Senin (19/9/2022).

Skenario kedua bisa menyebabkan ekonomi global mengalami resesi, yaitu penurunan tajam yang mengasumsikan kenaikan ekspektasi inflasi yang memicu pengetatan kebijakan moneter oleh sejumlah bank sentral di dunia.

Dalam skenario kedua ini, Bank Dunia menjelaskan, ekonomi global masih akan lolos dari resesi pada 2023, namun akan mengalami penurunan tajam tanpa memulihkan inflasi yang rendah.

Skenario terakhir, resesi ekonomi global menurut Bank Dunia adalah adanya kenaikan suku bunga kebijakan akan memicu re-pricing risiko yang tajam di pasar keuangan global. "Mengakibatkan resesi global pada 2023," jelas Bank Dunia.

Hal lain yang menjadi penyebab gejolak pasar keuangan adalah Amerika Serikat (AS). The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps). Kini suku bunga acuan AS yaitu Federal Fund Rates (FFR) berada di 3,25%.

Namun yang mengejutkan adalah proyeksi dan arah suku bunga ke depan yang dirilis oleh Komite Pengambil Kebijakan (FOMC). Dalam proyeksinya, FFR bisa sampai 4,4% akhir tahun ini.

Apabila menganut proyeksi tersebut berarti dalam dua pertemuan terakhir, Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan di bawah 50 bps.

Bahkan ketika pelaku pasar memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga acuan tahun depan, proyeksi FOMC justru sebaliknya. Tahun depan mereka masih berpotensi kembali menaikkan suku bunga acuan.

Dari dalam negeri, persoalan yang menjadi perhatian investor adalah inflasi. Efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan sederet pangan akan membuat inflasi melonjak ke atas 6% pada tahun ini.

Meskipun pemerintah dan Bank Indonesia sudah mengambil langkah antisipatif. Seperti BI yang pekan lalu menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,25% sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar.

"Investor juga terdorong untuk keluar dari pasar keuangan Indonesia karena tren outlook global yang lesu serta proyeksi inflasi domestik yang meningkat," kata Global Markets Economist Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Hantu 'Resesi' Makin Nyata, Rupiah Keok Minggu Ini


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading