Tahun Politik, Ekonom Minta DPR-Pemerintah Tunda Pembahasan RUU P2SK

tim | CNN Indonesia
Jumat, 25 Nov 2022 18:32 WIB
Ekonom meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan demi menjaga optimisme ekonomi.
Ekonom meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan demi menjaga optimisme ekonomi. (CNN Indonesia/ Adi Maulana).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Pusat makroekonomi and Finance Indef Rizal Taufikurahman meminta pemerintah dan DPR menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).

Hal tersebut dilakukan demi menjaga optimisme ekonomi serta gejolak sistem keuangan Indonesia di tahun depan. Apalagi 2023 nanti merupakan tahun politik.

"Dengan adanya ini misalkan undang-undang yang ditetapkan sebaiknya ditunda penetapannya," kata RIzal dalam Diskusi Publik INDEF yang bertajuk 'Menelaah RUU PPSK: Bagaimana Masa Depan Sektor Keuangan Indonesia?', Jumat (25/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, RUU P2SK sebaiknya ditetapkan saat rancangannya sudah lengkap dan mengakomodir semua pemangku kepentingan melalui public hiring berbagai lini dan juga saat kondisi stabilitas ekonomi sudah terkendali.

ADVERTISEMENT

Rizal menilai masih banyak hal yang harus menjadi perhatian dalam RUU P2SK. Salah satunya, mengenai wacana anggota partai politik yang bisa menjadi anggota dewan gubernur Bank Indonesia. Menurutnya, hal ini mengancam independensi bank sentral.

Idealnya, kata dia, dewan gubernur BI tidak boleh ikut partai politik karena bisa mempengaruhi arah kebijakan dari bank sentral itu sendiri.

"Independensinya akan berkurang. Bahkan saya kira terancam akan sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik," terang Rizal.

Ia menambahkan jika independensi bank sentral terganggu, kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan akan melemah.

Wacana lain dalam RUU P2SK yang menjadi perhatian adalah soal OJK yang akan mengawasi koperasi simpan pinjam (KSP). Namun, belakangan DPR tidak setuju akan hal itu.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad pun mendukung pernyataan DPR itu. Menurutnya, koperasi simpan pinjam jumlahnya sangat banyak, lebih dari 7.000, sementara, OJK sendiri tampak belum siap.

[Gambas:Video CNN]

Terlebih, kata dia, aset KSP yang sangat luar biasa perputarannya sulit untuk diawasi.

"kalau kita lihat memang tampaknya juga OJK katakanlah masih belum siap ya, baik terkait kelembagaan," kata Tauhid.

Ia juga mengatakan dalam rangka pembinaan dan pengawasan oleh OJK akan mengenakan pungutan yang dinilai bisa memberatkan KSP.

Menurut Tauhid, untuk pengawasan KSP sebaiknya tetap diserahkan kepada Kementerian Koperasi dan UKM. Oleh karena itu, RUU Perkoperasian yang telah disusun sebaiknya dibahas dan ditetapkan guna menjadi landasan hukum dan operasional KSP.

Lebih lanjut, Tauhid juga menyoroti wacana terkait Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akan menjamin dan melindungi polis masyarakat di perusahaan asuransi.

Ia mengatakan perlu ada kehati-hatian dalam membuat kebijakan ini. Pasalnya penjaminan polis akan menjadi 'moral hazard' karena pengelola asuransi akan terlena dan semakin tidak profesional dalam mengelola asuransi.

"Ini justru membuat pengawasan semakin lemah dan menjadi insentif bagi pengelola polis membuat skema asuransi dengan risiko yang tinggi," kata dia.

Menurut Tauhid, tidak perlu ada penjaminan dari LPS, biarkan itu menjadi bagian dari sistem asuransi itu sendiri yang bersifat bail-in.

(mrh/agt)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER