KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menyerahkan draf terbaru Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Komisi III DPR pada Rabu (9/11/2022).
Wakil Menteri Kemenkumham Eddy Hiariej mengatakan, ada perubahan jumlah pasal draf RKUHP terbaru (9 November 2022) dengan draf RKUHP versi 6 Juli 2022.
Ia menjelaskan, draf RKUHP terbaru ada 627 pasal, sedangkan draf RKUHP versi 6 Juli 2022 terdapat 632 pasal.
Selain itu, terdapat empat hal yang mengalami perubahan dalam draf RKUHP. Berikut rinciannya:
Baca juga: Draf Terbaru RKUHP, Syarat Alasan Meringankan Hukuman Mati Percobaan Dihapus
Dilansir dari Kompas.com, Rabu (9/11/2022), pemerintah menambahkan kata kepercayaan pada pasal-pasal yang mengatur tentang agama.
“Mengubah frasa pemerintah yang sah menjadi pemerintah, mengubah penjelasan Pasal 218 mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden,” kata Eddy.
Kemudian, pemerintah juga menambahkan satu pasal terkait tindak pidana kekerasan seksual.
“Ini bentuk harmonisasi dan sinkronisasi karena kita telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujarnya.
Selanjutnya, dalam draf RKUHP terbaru, pemerintah menghapus pasal-pasal tentang penggelandangan unggas dan ternak yang melewati kebun, serta dua pasal terkait lingkungan hidup.
Terakhir, pemerintah melakukan reposisi pada tindak pidana pencucian uang.
“Direposisi dari 3 pasal menjadi 2 pasal tanpa adanya perubahan substansi,” kata Eddy.
Baca juga: Ini Perincian Isi Pasal yang Dihapus dari Draf Terbaru RKUHP
Berikut poin-poin penting yang ada pada draft RKUHP:
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (9/11/2022), dalam draf RKUHP terbaru juga dijelaskan tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden/wakil presiden tak berlaku jika perbuatan itu dilakukan dalam unjuk rasa.
Hal itu tercantum dalam revisi Pasal 218 Ayat (2) yang berbunyi:
"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."
Penjelasan terbaru tentang Pasal 218 Ayat (2) RKUHP adalah:
"Yang dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pada dasarnya, kritik dalam Pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat."
Baca juga: Draf RKUHP, 5 Pasal Dihapus dan Ancaman 3 Tahun Penjara Fitnah Presiden
Selain itu, ancaman hukuman penjara untuk tindak pidana penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam draf terbaru RKUHP mengalami perubahan dengan pemangkasan dari 3,5 tahun menjadi 3 tahun.
Hal itu tercantum dala Pasal 218 RKUHP 9 November 2022, yang berbunyi:
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."
Menurut penjelasan Kemenkumham, perubahan itu dilakukan sebagai tindak lanjut terhadap masukan dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan hasil dialog publik.
"Pidana penjara dikurangi dari 3 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun," demikian penjelasan terkait perubahan hukuman itu menurut Kemenkumham.
"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," lanjut isi penjelasan Kemenkumham.
Baca juga: Serahkan RKUHP Terbaru, Pemerintah Putuskan Hapus Lima Pasal
Dalam Pasal 219, ancaman pidana penyerangan harkat dan martabat presiden dan wapres berupa tulisan, gambar, rekaman melalui teknologi informasi dipidana 4 tahun penjara.
Dalam Pasal 226, ancaman pidana penghinaan terhadap kepala negara sahabat dipidana 2 tahun penjara.
Dalam Pasal 234, ancaman pidana penodaan bendera negara dipidana 3 tahun penjara.
Dalam Pasal 236, ancaman pidana perusakan lambang negara dipidana 3 tahun penjara.
Dalam Pasal 238, ancaman pidana penghinaan lagu kebangsaan dipidana 3 tahun penjara.
(Sumber: Kompas.com/Tatang Guritno, Aryo Putranto Saptohutomo | Editor: Novianti Setuningsih, Aryo Putranto Saptohutomo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.